Seksualitas berisiko merujuk pada perilaku seksual yang meningkatkan kemungkinan individu mengalami dampak negatif, baik secara fisik, emosional, maupun sosial. Istilah ini mencakup berbagai praktik seperti hubungan seksual tanpa pengamanan, memiliki banyak pasangan seksual tanpa tes kesehatan yang teratur, atau terlibat dalam perilaku seksual yang dapat menyebabkan penyebaran penyakit menular seksual (PMS).
Perilaku seksual berisiko tidak hanya mempengaruhi individu yang terlibat, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Dampaknya dapat mencakup peningkatan insiden PMS seperti HIV/AIDS, sifilis, gonore, dan lainnya. Selain itu, seksualitas berisiko juga dapat menyebabkan kehamilan yang tidak direncanakan, konsekuensi psikologis seperti rasa malu atau depresi, serta masalah sosial seperti stigmatisasi atau penolakan dari masyarakat.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku seksual berisiko bisa sangat bervariasi, termasuk kurangnya pendidikan seksual yang komprehensif, tekanan sosial atau budaya untuk terlibat dalam hubungan seksual tanpa pengamanan, serta kurangnya akses atau stigma terhadap layanan kesehatan seksual yang aman dan terpercaya.
Pendidikan seksual yang inklusif dan terinformasi menjadi kunci dalam mengurangi perilaku seksual berisiko. Ini mencakup pengajaran tentang pentingnya persetujuan dalam hubungan seksual, penggunaan kondom dan kontrasepsi, serta pengetahuan tentang cara mencegah penularan PMS dan kehamilan yang tidak direncanakan. Selain itu, dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas juga dapat membantu individu membuat keputusan yang lebih sehat terkait dengan seksualitas mereka.
Di samping pendidikan, penting juga untuk memiliki akses yang mudah dan terjangkau terhadap layanan kesehatan seksual, termasuk tes PMS, konseling, dan perawatan yang dibutuhkan. Upaya ini tidak hanya melindungi individu dari risiko yang terkait dengan perilaku seksual berisiko, tetapi juga membantu dalam membangun masyarakat yang lebih sehat dan lebih baik informasi tentang seks yang aman