Cerita Sex Petaka Meminjam Uang Pada Boss Cina part 2

Jantungku berdetak keras, memompa darahku cepat sekali. Wah, celaka… pikirku.. Aku jelas tidak mampu untuk membayar hutangku. Bahkan untuk mengangsur pun aku tidak mampu. Kini hutang itu telah ditagih. Ohhhh… betapa malang nasibku, jeritku di hati.

“Mhhhh…. mmaaf pak, saya belum mampu membayarnya…” jawabku terbata-bata.
“Kebutuhan saya banyak sekali, dan uang gaji saya saja tidak cukup”
Tak terasa, air mataku mulai meleleh.

“Iya, saya tau… tapi masalahnya, kantor ini juga butuh biaya. Kan sudah aku bilang, kalau biro ini lagi seret. Klien kita semakin sedikit?” suara Pak Huang mulai meninggi.
Air mataku pun semakin deras mengalir. Tak sadar aku mulai sesenggukan.

Pak Huang masih nampak cuek, sambil sesekali melirikku. Sorot matanya menunjukkan kelicikan.
“Hmmmmm… apapun kamu harus membayar hutang kamu…. Atau kita selesaikan saja secara hukum??” ancam Pak Huang.
Aku semakin panik dengan ancaman itu…

“Ssaya mohon jangan pak. Saya pasti akan bayar. Saya masih punya anak pak….” kataku tersedu-sedu.
“Trus, kamu mau bayar pake apa? Kamu bilang nggak punya uang?”
“Beri saya waktu barang satu minggu, saya bisa usahakan” jawabku putus asa.
Satu minggu pun aku tidak yakin akan mendapatkan uang sejumlah itu.
“Wah… wah… aku meragukan kamu bakalan sanggup membayar. Paling hanya menunda waktu. Gak ada gunanya. Saya nggak akan kasi keringanan lagi”

“Sssayaaa mohon pakkk” aku berusaha menahan tangisku agar tak semakin keras.
“Mhhhhh… baik… baik…. Aku bisa kasih kamu solusi. Supaya kamu bisa lunasin utang kamu”
Aku agak lega mendengar ucapan Pak Huang. Aku memandanginya dengan pandangan bertanya.
“Mhhhhh… boleh tau apa solusinya pak?” ungkapku.
“Kamu bisa bayar hutangmu dengan tubuh molek kamu itu” kata Pak Huang sambil melirik padaku dengan sorot mata birahi.

Bagai disambar petir, aku terkejut mendengar ucapan Pak Huang. Aku kehabisan kata-kata.
“Nggak, nggak mau” jawabku sambil menangis.
“Kamu bisa apa….? Kalo kamu nggak bayar sekarang, ya diselesaikan lewat hukum. Aku akan laporkan kamu ke polisi” ancam Pak Huang.

Dia sungguh lihai mempermainkan perasaanku. Aku merasa semakin putus asa. Aku hanya bisa menangis. Tangisku yang tertahan pun mulai keluar juga. Namun Pak Huang tetap tak peduli. Aku hanya tertunduk sambil menangis.

“Hehehe… lagian, kamu kan sudah lama jadi janda. Masa sih, ga kangen sama kontol? Kamu puas, hutangmu lunas… Tawaran menarik kan? goda Pak Huang.

“Kamu tinggal ngangkang aja, biar memekmu disodok pake kontol-kontol lelaki birahi. Dengan tubuh kaya kamu, gak sulit kok kamu dapet duit banyak. heheheh…. Apalagi yang wanita janda kaya kamu, pasti banyak peminatnya.”

Tanpa ku sadar, Pak Huang telah berdiri di sampingku, dan tanpa basa-basi, ia pun menarik tanganku hingga aku berdiri. Aku ingin menolak dan lari, namun aku sadar bahwa aku tidak lagi punya kuasa. Bahkan pada diriku sendiri. Kini aku telah dikuasai oleh Pak Huang. Aku hanya pasrah ketika ia menarik tubuhku hingga berdiri.

Dengan penuh birahi, Pak Huang menariku ke dalam pelukannya. Dengan rakus Pak Huang melumat mulutku dengan mulutnya. Tangannya menjamahi dua payudaraku yang masih. Kurasakan perut buncit Pak Huang menekan tubuhku.
“Mhhhh….. mphhhhhh….” aku berusaha meronta, menghindari ciuman Pak Huang.

Namun mulutnya terus mengejar mulutku. Dengan kasar dibaliknya tubuhku hingga aku membelakanginya. Lalu ditekannya tubuhku hingga perutku menempel di tepi mejanya. Tanganku berpegangan pada meja agar menopang badanku. Kini aku dalam posisi agak membungkuk, dengan pantat yang membusung kearah Pak Huang. Kini pantatku begitu bebas untuk dijamahinya. Dengan kasar ia meremas pantatku. Aku merasakan ada sesuatu yang mengganjal di pantatku.

Ohhh, ternyata itu adalah penis Pak Huang yang sudah menegang dan mengeras.
Sambil menggesek-gesekkan penisnya di pantatku, salah satu tangan Pak Huang juga meremasi bongkahan pantatku yang montok dan padat itu, sedang tangan yang lain kini telah mencengkram salah satu payudaraku yang masih tertutup pakaianku. Aku merasakan bahwa tangan Pak Huang telah mulai menyusup masuk ke balik pakaianku yang menutup dadaku. Ia meremasi payudaraku dari balik baju kurungku.

“Mhhhh…. ahhhh…. ohhhhh….” jeritan-jeritan kecil terlontar dari mulutku ketika Pak Huang menyentil ujung payudaraku dengan keras, sementara penisnya yang masih berada di dalam celana itu menekan pantatku ke depan.

Tangan yang satunya kini telah meremas-remas pangkal pahaku. Mulut Pak Huang dengan rakus menggigit leherku yang masih tertutup pakaian warna krem itu, hingga nampak basah bekas gigitan. Terkadang menengadah ke atas, setiap kali Pak Huang menyodokkan penisnya ke pantatku.

Kini tangan Pak Huang mulai menarik ritsleting baju kurungku yang ada di punggungku. Dengan trampil tangannya menurunkan baju bagian atas baju kurung itu. Kini pundak dan punggung putihku pun terbuka. Tak lama kemudian, aku merasa bahwa pengait braku di bagian belakang telah terbuka.

Secara umum, bagian atas tubuhku telah setengah terbuka, dan dua payudaraku yang tak seberapa besar itu menggelantung di atas meja. Dengan rakus Pak Huang menciumi dan menjilati punggungku, hingga basah oleh liurnya. Kedua tangan Pak Huang pun tak henti-hentinya meremas dan memilin dua putting mungilku yang berwarna coklat muda itu.

“Ahhhhhhh….. udahhh… lama aku menunggu saat ini…” bisik Pak Huang di telingaku
“Mhhhh… ohhhhh…. mhhhhhh…..” desahku.

Walaupun aku telah lama tidak menikmati sentuhan pria. Sungguh, aku tetap tidak bisa menikmati perlakuan Pak Huang itu. Aku justru merasa terhina, karena penis seorang pria yang bukan suamiku kini sedang menggesek-gesek pantatku yang masih tertutup rok itu. Selama ini hanyalah mantan suamiku yang pernah menikmati bibirku, menghisap dua putingku yang sedang mengeras, dan menyodokkan penisnya di lubang surgaku yang basah.

Saat ini, seorang pria yang bukan suamiku dengan bebas dapat menikmati pantatku, dan tangannya dengan bebas memilin dan meremas puting payudaraku. Ohhh, betapa malang nasibku..

Aku dengar suara ritsleting celana Pak Huang. Tak lama kemudian Pak Huang pun membalikkan tubuhku hingga posisiku berhadapan dengannya. Terlihatlah pemandangan yang membuatku takjub. Penis Pak Huang yang menjulang sepanjang 15 cm.

Jauh lebih besar daripada milik mantan suamiku. Dengan rakus Pak Huang pun menghisap putting payudara kiriku, sementara tangan satunya memilin dan meremas payudaraku yang kanan. Terasa gigitannya pada payudaraku, yang kemudian disentakannya hingga aku menjerit. ngentot

“Aahhhhhhhhh”.
Pantatku kini bersandar pada tepi meja, dengan posisi tangan menekan meja di belakang tubuhku.
“Mhhh… ahhhhh….” jeritan dan rintihan yang keluar dari mulutku semakin membakar birahi Pak Huang.

Pak Huang pun kemudian mengangkat rokku keatas. Nampaklah dua kaki dan paha mulusku telanjang, dan secarik kain celana dalam di pangkalnya. Salah satu tangan Pak Huang memegangi ujung rok ku agar tak turun, sementara tangan lain melebarkan dua pahaku, hingga pangkalnya yang masih terutup celana dalam itu semakin menganga.

Kurasakan benda keras mulai menyusuri belahan kemaluanku. Salah satu tangan Pak Huang menuntun benda keras itu agar menggesek-gesek dengan belahan vaginaku yang tertutup celana dalam itu.

“Ohhhhh….” walau aku berusaha mengingkarinya, tak dapat kupungkiri bahwa sensasi gatal di vaginaku mulai kurasakan.

Aku pun mulai merasa lemas dan birahi. Aku berada dalam dilema. Aku dipaksa untuk menikmati perlakuan Pak Huang, walaupun sesungguhnya aku enggan. Tangan Pak Huang pun mulai mencari-cari ritsleting rokku, dan segera melepasnya. Kini bagian bawahku telah benar-benar telanjang, hanya celana dalam putihku yang masih melindungi lubang kehormatanku. Payudaraku telah menggelantung indah dengan bekas gigitan dan basah air liur Pak Huang.

Dengan kasar Pak Huang menarik hingga aku terjatuh dalam keadaan bersimpuh. Dihadapanku kini sebatang penis Pak Huang yang tegang dan mengeras itu. Sambil mengarahkan kepalaku dengan tangannya keaarah penisnya, Pak Huang mengatakan
“Ayo… kulum kontol bapak…!!!”

Dengan perasaan jijik, akupun memenuhi permintaannya. Sementara payudaraku tengah bebas menggelantung, dan bagian bawahku telah telanjang, hanya celana dalam yang tersisa.

“Mmphhhhh… mhhhhh…” lenguhku saat penis Pak Huang menerobos mulutku.

Pak Huang menyuruhku menjilati ujung penisnya hingga lubang kontolnya. Uhhhh…. aku merasa ingin muntah. Mulutku pun penuh oleh penisnya. Tak satu jengkalpun bagian penisnya yang tidak berkesempatan menikmati pelayanan bibir dan lidahku. Bahkan testisnya pun turut aku jilati. Dengan perasaan muak, aku terpaksa melakukan hal itu.

Setelah puas, Pak Huang memintaku berdiri. Dengan kasar ia mencengkram pantatku yang masih tertutup celana dalam itu, dan menariknya hingga posisiku membelakanginya. Ia menarik turun celana dalamku, hingga kini tak ada lagi yang melindungi lubang kehormatanku. Pak Huang pun berlutut di belakangku. Kini ia menguakkan bongkahan pantatku lebar-lebar. Kini, lubang anus dan kemaluanku telah mengarah tepat di depan wajahnya.

Tiba-tiba aku merasakan sensasi hangat di permukaan anusku. Ternyata Pak Huang telah menjilati anusku. Sensasi geli kurasakan menjalar dari anus ke seluruh badan. Tubuhku terasa lemas setiap kali lidah Pak Huang menyentuh permukaan anusku. Aku heran, dia tidak merasa jijik. Setelah ia puas, lidahnya pun berpindah ke belahan lubang vaginaku.

Ia menguakkan bibir bagian luar vaginaku. Tak lama kemudian, ia pun menjilati seluruh permukaannya. Klitorisku tak luput dari jilatan dan gigitan lembutnya. Aku semakin pasrah dengan perlakuan Pak Huang. Kurasakan vaginaku semakin basah, baik oleh air liur Pak Huang maupun cairan cinta yang keluar dari dalam vaginaku. ngentot

“Ohhhhhh…. mphhhhhh…. ampuuunnnn…. jangan diteruskannnnn….” racauku.
Slurp… slurppp… terdengar sedotan Pak Huang di permukaan vaginaku semakin bernafsu.

Tak lama kemudian Pak Huang pun berdiri. Ia menarik pinggulku ke belakang, hingga pantatku dan vaginaku semakin terkuak lebar. Tiba-tiba, aku rasakan sebatang penis yag keras telah melesak masuk ke dalam liang kenikmatanku dari bagian belakang. Aku merasakan pedih pada dinding vaginaku saat batang penis Pak Huang bergesekan dengan dinding liang kenikmatanku, yang selama ini terjaga dari penis pria selain suamiku.

“Ahhhhhhhhhhhhhhhhh…..” lengkinganku saat penis Pak Huang disodokkan dengan keras.
Rasanya lubang vaginaku hampir terbelah.

“Ouhhhh….Angel….. memekmu enak banget… udah lama bapak nggak ngrasain memek kaya punyamu… mhhhh… ouhhhhh…. akhhhhhh…..” racau Pak Huang sambil menggenjot lubang memeku.
“Cepok, cepok, cepok…” suara pinggul Pak Huang saat bertumbukan dengan bongkahan pantatku yang sedang membusung ke arahnya.

Aku sedang dinikmati dengan posisi doggy. Aku heran, ia nampaknya memang begitu terobsesi dengan pantatku, hingga selama memakaiku pun ia lebih banyak meremas pantatku daripada dua payudaraku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *